BANDUNG – Sebanyak 5 ribu peserta dari 172 grup kesenian dan peminat angklung dari Luar Negeri berkumpul di Halaman Gedung Sate, Bandung, kemarin (18/11). Mereka, secara bersama-sama memainkan alat musik dari bambu, angklung dalam acara Angklung’s Day.
Saking banyaknya jumlah peserta, Record Holders Republic (RHR) mencatat jika kegiatan tersebut paling banyak jumlah pesertanya.
Meski demikian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebutkan kegiatan itu tak hanya sekadar pemecahan rekor RHR semata, namun merupakan komitmen sejak angkung dinyatakan sebagai warisan dunia tak benda.
”Pemecahan rekor dunia, oleh institusi rekor RSR, bagi kita bukan soal pecah rekor atau tidak. Tetapi kita sudah bertekad bahwa angklung ini harus mendunia, karena sejak 2010 sudah dinyatakan sebagai warisan dunia tak benda,” kata Ridwan Kamil.
Untuk mewujudkan hal itu, Gubernur yang karib disapa Emil itu pun menyatakan Pemprov Jabar akan memberikan hibah angklung kepada seluruh Kedutaan Besar RI di seluruh dunia. Untuk itu, Gubernur Emil mengaku sudah berupaya berkomunikasi dengan Menlu Retno Marsudi, Wapres Jusuf Kalla, dan Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan, supaya mewajibkan setiap Kedutaan Besar RI di seluruh dunia agar memiliki instrumen angklung.
”Nanti yang bikin Jawa Barat. Karena waktu saya pergi kemana-mana, angklung jadi alat diplomasi paling mudah, paling unik. Angklung juga bisa menyanyikan lagu masing- masing negara. Jadi angklung adalah sumbangan tatar sunda kepada dunia,” katanya.
Selain itu, lanjut Emil, di pusat-pusat kebudayaan yang rencananya akan dibangun di seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Akan juga menjadi sarana untuk memperkenalkan angklung sebagai warisan budaya dunia.
”Pusat-pusat budaya akan kita kembangkan, jadi seperti kalau di Bandung ada Saung Sngklung Udjo. Nanti di 27 Kota/ Kabupaten akan juga diperkenalkan angklung seperti di Udjo,” kata Emil.
Emil berencana, akan memanfaatkan lahan-lahan di Jawa Barat, yang tidak memiliki fungsi sosial, untuk ditanami bambu sebagai bahan pembuatan alat musik tradisional, khususnya angklung.
Sesuai tema angklung’s day tahun ini, yaitu from local to global, peringatan hari angklung sedunia menjadi perwujudan kepedulian rakyat Jawa Barat dalam upaya pelestarian dan “ngamumule” salah satu budaya dan seni Sunda, yaitu angklung.
Dimana pengakuan angklung mencapai puncaknya ketika angklung ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dunia (world intangible heritage) oleh UNESCO pada tanggal 16 November 2010.
Sehingga, kegiatan angklung’s day merupakan salah satu agenda agar angklung tetap terjaga, terpelihara, teregenerasikan dan terpromosikan secara luas baik lokal, nasional maupun internasional.
”Keempat poin tersebut merupakan syarat mutlak dari UNESCO jika angklung ingin tetap menjadi warisan budaya tak benda dunia,” katanya.
Usai membuka angklung’s day Emil juga mengisi ceramah pada “Milenials Day”, yang diadakan di Gedung Negara Pakuan, Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat, kemarin (18/11).
Pada forum diskusi anak muda milenials Jawa Barat bertema #energimilenials ini, dibahas berbagai isu terkini yang menyoal optimisme pemuda, rancangan masa depan, isu media sosial, hoax, serta bagaimana jurus seorang milenial menghadapi semuanya secara Islami.
Hadir tokoh dan kelompok/ organisasi kepemudaan Jawa Barat seperti Yana Umar (Panglima Bobotoh), XTC Hijrah, Brigez Road to Jannah, Moonraker, dan GBR Fisabilillah. Adapula talkshow Islami (I-talkshow) oleh Ustad Budi Prayitno, Ustad Sinyo, dan Ustad Edwin Khadafi.
Gubernur berpesan kepada milenial, menurut dia, para milenial harus memiliki tiga nilai, yakni beriman, berilmu, dan berakhlak.
”Punyailah tiga nilai ini. Saya yakini kalau Anda punya nilai tiga ini. Jangan hanya satu, jangan hanya dua, harus tiga,” kata Emil.
Generasi milenial, haruslah memiliki iman, karena Indonesia sendiri merupakan bangsa yang religius. Ketuhanan Yang Maha Esa telah disebutkan dalam sila pertama Pancasila.
”Semua harus punya iman, rajin ke masjid, rajin ke tempat ibadah,” kata Emil.
Kedua, para milenial harus berilmu, dan terus mengembangkan kemampuan, atau “skills”. Menurut Emil, dengan ilmu dan keahlian yang dimiliki, milenials memiliki daya saing. Dengan bekal ilmu juga, generasi milenials bisa menangkal hoaks, dan pada jangkauan yang lebih luas lagi, dengan ilmu, di masa depan milenials akan jadi generasi yang tak mudah “dibodohi”.
Selanjutnya, nilai yang ketiga ialah berakhlak. Setelah memiliki Iman dan ilmu, para milenial pun wajib berakhlak.
”Banyak pintar tetapi jahat, banyak pintar tetapi julid, banyak pintar tetapi nyinyir, jadilah orang yang berakhlak, sopan santun bicara yang baik atau diam,” kata Emil. (*/ign)